Moderasi Beragama dan Ekosistem Digital
Moderasi beragama perlu mengambil bentuk yang selaras dengan ekosistem digital. Misalnya, melalui produksi konten dakwah yang ramah, edukatif, dan tidak menyudutkan kelompok tertentu.
Ustadz dan da’i muda, influencer muslim, serta lembaga dakwah perlu bersinergi menyebarkan narasi Islam yang damai dan menghargai keberagaman. Jika tidak, ruang digital akan terus dikuasai oleh kelompok-kelompok yang menyebarkan paham intoleran dan radikal.
Generasi muda, sebagai pengguna internet terbesar, memegang peranan sentral dalam transformasi ini. Mereka bukan hanya konsumen informasi, tetapi juga aktor kreatif dalam membentuk opini publik.
Anak muda dapat menjadi duta moderasi melalui berbagai cara, dengan membuat konten edukatif, bergabung dalam komunitas literasi digital, hingga melaporkan akun-akun penyebar kebencian. Dengan pendekatan yang lebih dekat dengan budaya digital, pesan-pesan keagamaan yang damai bisa lebih mudah diterima dan dikembangkan.
Di sisi lain, negara juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat. Literasi digital dan pendidikan multikultural perlu dimasukkan ke dalam kurikulum sejak dini.
Lembaga keagamaan, sekolah, perguruan tinggi, dan media harus menjadi mitra dalam kampanye melawan disinformasi, intoleransi, dan ujaran kebencian. Semua ini tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus bersifat kolaboratif lintas sektor.
Perlu diingat bahwa jejak digital bersifat permanen. Apa yang kita tulis, unggah, atau bagikan hari ini bisa bertahan bertahun-tahun dan membawa konsekuensi di masa depan, baik secara sosial maupun hukum. Maka, kesadaran akan etika bermedia sosial tidak bisa lagi dianggap remeh, terlebih jika menyangkut agama dan identitas kelompok tertentu.