Menghapus Jurusan Filsafat Demi Masa Depan Pendidikan

Pernyataan Ferry Irwandi sempat memicu kontroversi luas. Ia menyarankan agar jurusan filsafat segera dihapuskan. Namun, kritik itu nyatanya didukung oleh pernyataan Martin Suryajaya di Malaka Cinematic Podcast terbaru.
Martin menyatakan pendidikan filsafat kini jauh dari realitas. Ia menilai jurusan itu tidak relevan dalam dunia nyata. Menurutnya banyak mahasiswa filsafat merasakan ketidaksesuaian antara teori dan praktek (instagram.com, youtube.com).
Ini sekaligus memperkuat kritik Ferry Irwandi lebih dulu. Keduanya melihat filsafat berjalan lambat di era modern. Jalan pikiran itu terlalu kuno untuk kebutuhan praktis sekarang.
Filsafat selama ini dianggap pondasi utama ilmu pengetahuan. Namun pondasi itu kini rapuh dan gagal menjawab tantangan zaman. Pendidikan harusnya lebih cepat mengikuti perkembangan dunia nyata.
Jurusan filsafat tidak menghasilkan inovasi nyata. Teori klasik dipelajari terus tanpa aplikasi konkret. Hasilnya mahasiswa memiliki ilmu teologis, bukan kemampuan teknis.
Lulusan jurusan filsafat sulit memasuki pasar kerja modern. Keahlian mereka sering tidak sesuai tuntutan industri. Ini membuat banyak lulusan pindah haluan pekerjaan.
Banyak yang akhirnya menjadi penulis atau pengkritik. Namun kontribusi konkret terhadap kemajuan masyarakat sangat terbatas. Ini jadi beban ekonomi dan sosial.
Kampus harus adaptif terhadap perubahan global. Ia harus memastikan lulusan siap bersaing digital. Reformasi pendidikan ini mencakup evaluasi semua jurusan, termasuk filsafat.
Jika teknik dan kedokteran dievaluasi karena tak memenuhi standar. Maka filsafat yang stagnan pun harus mendapat penilaian sama. Tidak boleh ada pengecualian untuk bidang akademik.
Filsafat mengajarkan berpikir kritis sistematis. Namun berpikir saja tidak cukup tanpa aksi nyata. Dunia menuntut solusi bukan sekadar pertanyaan mendalam.
Mahasiswa saat ini hidup di era persaingan global. Mereka membutuhkan ilmu yang langsung bermanfaat. Pendidikan tinggi wajib menyediakan itu.
Filsafat tidak memperkuat daya saing bangsa. Ia tidak membentuk profesional yang dicari industri. Diskursus filsafat jarang muncul dalam sektor kebijakan publik.
Berpikir kritis bisa diajarkan melalui logika formal dan ilmu lain. Moral bisa diajarkan lewat etika terapan dan studi kasus nyata. Tidak perlu jurusan filsafat sebagai program studi terpisah.
Kritik terhadap filsafat bukan anti-intelektual. Justru kritik ini bagian dari intelektualitas jujur. Kita mempertanyakan relevansi bidang, bukan membenci kajiannya.
Podcast Malaka yang terbaru itu menegaskan kritik Ferry. Pemerhati filsafat seperti Martin Suryajaya, yang sejak sarjana hingga doktoral menekuni filsafat, juga merasakan bahwa jurusan ini semakin irrelevant. Ini bukan berita kosong, tapi realitas yang dapat dirasakan banyak pihak.
Filsafat harus digeser posisinya dalam struktur akademik. Ia perlu diintegrasikan dalam bentuk mata kuliah di jurusan lain. Bukan lagi berdiri sendiri serta menyerap dana besar kampus.
Mahasiswa butuh keterampilan yang bisa mereka pakai langsung. Filsafat tidak memberi keterampilan praktis apa pun. Ini menyebabkan gap besar antara kurikulum dan dunia kerja.
Kebanyakan lulusan justru tidak menggunakan ilmunya. Mereka akhirnya kuliah lagi atau beralih bidang. Ini jadi beban finansial dan profesional.
Lihatlah jurusan komputer, teknik, atau sains. Mereka menghasilkan produk, sistem, dan teknologi nyata yang dibutuhkan masyarakat. Kontribusi filsafat terhadap teknologi masih sangat terbatas.
Jurusan filsafat terlalu terjebak pada romantisme intelektual lama. Seolah berpikir itu lebih mulia dari berkarya. Padahal era ini menuntut pembuatan, bukan sekadar pemikiran.
Karl Heinrich Marx pernah berkata: tugas filsuf bukan hanya menafsir dunia tapi mengubahnya. Namun jurusan filsafat sekarang tampak lupa kutipan ini. Mereka semakin jauh dari cita-cita awal filsafat praktis.
Para filsuf modern pun jarang dihadirkan dalam kurikulum. Jurusan terus berkutat pada teks klasik. Sementara pemikiran kontemporer sering diabaikan dan terpinggirkan.
Akibatnya mahasiswa merasa dijauhkan dari masyarakat dan dunia kerja. Ini bertentangan dengan tujuan utama pendidikan tinggi. Kita tidak ingin kampus jadi tempat isolasi ide semata.
Apakah filsafat sepenuhnya tidak berguna? Tentu tidak jika diaplikasikan tepat. Tetapi sebagai jurusan mandiri, relevansinya semakin dipertanyakan.
Filsafat bisa tetap hidup sebagai modul dalam berbagai jurusan. Ia bisa jadi mata kuliah pendukung studi teknik, hukum, atau ilmu sosial. Ini solusi kompromis yang rasional.
Menghapus jurusan filsafat bukan berarti oh anti-filsafat. Ini tentang efisiensi, relevansi, dan orientasi pada hasil nyata. Pendidikan harus mengutamakan kebutuhan masyarakat.
Kita butuh dokter, insinyur, teknolog, dan analis data yang bisa memberi solusi cepat. Filsuf tidak lagi termasuk prioritas di era darurat keterampilan ini.
Jika ingin filsafat tetap relevan, ubah format pengajarannya. Jangan jadikan ia ruang eksklusif tanpa tanggung jawab langsung. Ciptakan ilmu yang berpadu dengan industri dan teknologi.
Kritik Ferry didukung oleh Martin di Malaka Podcast. Mereka menegaskan urgensi penghapusan jurusan yang lamban dan menyimpang dari kebutuhan zaman. Ini bukan perlawanan terhadap pemikiran, tapi terhadap sistem yang stagnan.
Argumen ini berbasis realitas pendidikan dan kebutuhan ekonomi. Reformasi sistem akademik sekarang adalah tanggung jawab kolektif. Penghapusan jurusan filsafat adalah langkah awal yang logis.
Jika kita ingin membangun bangsa maju, pilihannya jelas. Tidak boleh sentimental mempertahankan jurusan tak relevan. Evaluasi setiap program studi harus terbuka dan obyektif.
Pendidikan tinggi harus melayani masa depan bangsa. Mencetak insan yang memiliki daya guna untuk masyarakat nyata. Bukan muncul sebagai pengamat pasif dalam ruangan seminar.
Mari reformasi pendidikan dari akarnya. Struktur jurusan dan program studi harus diubah. Mereka yang tidak relevan dengan kebutuhan zaman harus diakhiri.
Dan filsafat, dalam bentuknya sekarang, sudah saatnya diakhiri. Ini bukan penghinaan terhadap sejarah intelektual. Melainkan pelurusan visi publik terhadap pendidikan relevan masa kini.
Iya juga sih.