ADVERTISEMENT

17 Agustus 2025: Masih Adakah IKN di Hari Kemerdekaan?

Ada sesuatu yang simbolis ketika negara memilih di mana ia merayakan hari lahirnya. Awalnya, sebuah rencana besar dirancang: upacara kemerdekaan di IKN, seakan menjadi tanda lahirnya babak baru republik. Namun, keputusan itu akhirnya ditarik, dan upacara negara kembali ke Jakarta.

Padahal, setahun lalu Indonesia mencatat sejarah. Untuk pertama kalinya, hari merdeka 17 Agustus tidak dirayakan di Jakarta.

Presiden saat itu, Joko Widodo, memerintahkan seluruh upacara kenegaraan berlangsung di Ibu Kota Negara (IKN), tepatnya di Istana Garuda yang megah di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Sejak jauh hari, Presiden Jokowi memang menginginkan upacara kemerdekaan diadakan di sana. Meski persiapan dianggap mepet karena pembangunan yang masih berjalan, 17 Agustus 2024 tetap berlangsung khidmat.

Sekitar 1.400 tamu hadir, mulai dari kepala lembaga negara, menteri, tokoh agama dan budaya, hingga para duta besar. Hari bersejarah tersebut berlangsung sukses. Pengibaran bendera HUT RI ke-79 hanya dilakukan di IKN, sedangkan rangkaian di Istana Merdeka, Jakarta, mengikuti secara hybrid.

Namun, muncul sedikit kejanggalan. Penduduk sekitar IKN dilarang hadir. Entah apa alasannya. Padahal, itu adalah momen bersejarah, momen yang seharusnya menjadi ajang warga sekitar untuk melihat langsung tanah dan rumahnya benar-benar akan dijadikan ibu kota negara.

Kini, cara pemerintah melarang warga Penajam Paser Utara menghadiri upacara kemerdekaan di Istana Garuda tahun lalu seolah menjadi jawaban atas apa yang selama ini dikhawatirkan. Bahwa IKN hanyalah semu, proyek ambisius yang gagal dan salah urus.

Mungkin pemerintah tak ingin penduduk asli tahu bahwa proses pembangunan berjalan di tempat. Atau bisa jadi niat mereka memang tak setulus itu sehingga rakyat tak perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi.

ADVERTISEMENT

Sepanjang 2025 berjalan, wacana HUT RI ke-80 di IKN tak pernah benar-benar mencuat. Memang sempat menjadi pertimbangan, namun tidak ada pembahasan lanjutan.

Padahal tahun lalu, sesaat setelah upacara kemerdekaan, Prabowo Subianto yang kala itu merupakan presiden terpilih, sempat berjanji upacara tahun ini tetap berlangsung di IKN.

“Insyaallah akan di sini lagi. Ya dilihat nanti, intinya upacaranya di sini,” kata Prabowo kala itu seperti dikutip dari Tempo.

Janji tak ditepati. Tidak ada peluang HUT RI ke-80 dilaksanakan di Kalimantan Timur. Sejumlah anggota DPR pun mengisyaratkan upacara negara kembali berlangsung di Jakarta.

Kendati demikian, bukan berarti IKN sepi seperti kota mati di hari kemerdekaan. Tetap ada perayaan, namun dalam skala lebih kecil, tidak melibatkan pemerintah, dan tanpa kehadiran perwakilan menteri.

Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka, yang sempat dikabarkan akan memimpin upacara di IKN, nyatanya hanya isapan jempol. Ia tetap menemani Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka.

Acara di IKN hanya dipimpin oleh Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, dan dihadiri pejabat daerah sekitar Ibu Kota Negara.

Upacara pun tidak berlangsung di Istana Garuda, melainkan di Plaza Seremoni, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan. Berbeda dengan tahun lalu, rangkaian acara HUT Kemerdekaan Indonesia ke-80 terbuka untuk umum.

Kembalinya upacara negara ke Jakarta didasarkan pada beberapa pertimbangan, terutama soal pembangunan yang masih berjalan di IKN. Setidaknya itulah yang diungkapkan Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg), Juri Ardiantoro.

“IKN masih dalam proses penyelesaian pembangunan, jadi kita konsentrasi untuk menyelesaikannya,” sebut Wamensesneg seperti dilansir Kompas TV.

Bagi sebagian orang, hal ini sekadar teknis. Pembangunan belum rampunglah, logistik belum siaplah. Namun, tidak sedikit pula yang menilai bahwa persoalan ini lebih dari sekadar beton dan tiang pancang. Ini cermin keraguan. Pemerintah ingin memperlihatkan optimisme tentang IKN, tetapi pada saat yang sama sadar diri bahwa panggung itu belum siap ditonton dunia.

Upacara kemerdekaan adalah momen sakral, lebih dari sekadar seremoni. Dan ketika ia tak bisa digelar di tanah yang digadang-gadang sebagai simbol masa depan, pertanyaannya sederhana: apakah masa depan itu nyata, atau sekadar janji yang terus digantung?

IKN berdiri dengan wacana megah, kepercayaan diri, mimpi, dan ambisi betapa besarnya bangsa ini. Namun, ketika ibu kota masa depan yang didambakan itu tak mampu, hanya untuk menjadi tuan rumah upacara, rakyat tidak hanya melihat tertundanya sebuah prosesi.

Mereka melihat mimpi yang terburu-buru dijual, proyek yang dipaksakan berlari meski fondasinya masih goyah. Masa depan akan selalu menjadi misteri, sebagaimana IKN yang mungkin nantinya akan berdiri megah atau mungkin juga tak lebih dari sekadar monumen setengah jadi.


Editor: Andi Surianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *