Proklamasi 17 Agustus dari Suara Terpinggirkan

Setiap tahun, masyarakat Indonesia merayakan 17 Agustus dengan upacara, lomba rakyat, dan pemasangan bendera merah putih. Narasi resmi sering menonjolkan peran tokoh besar dan peristiwa di ibu kota. Namun, sejarah dan penelitian menunjukkan bahwa banyak kelompok terpinggirkan juga berperan aktif dan tetap berjuang untuk merasakan kemerdekaan secara penuh.
Petani dan Perjuangan Agraria
Pasca proklamasi, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 untuk mengatur distribusi lahan. Namun, laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA, 2022) mencatat 212 konflik agraria di seluruh Indonesia, melibatkan 346.000 keluarga petani (KPA, 2022). Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak petani masih belum merasakan sepenuhnya janji kemerdekaan berupa akses adil terhadap tanah.
Perempuan Desa sebagai Motor Ekonomi Lokal
Perempuan desa tidak hanya menjadi penggerak acara perayaan kemerdekaan, tetapi juga kontributor penting dalam ekonomi keluarga dan komunitas. Penelitian Pusat Penelitian Kependudukan LIPI (2019) menemukan bahwa perempuan di wilayah pesisir meningkatkan nilai jual hasil tangkapan dengan mengolahnya menjadi produk olahan seperti ikan asin atau abon, yang kemudian dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Dalam konteks perayaan 17 Agustus, banyak perempuan desa menjahit bendera, menyiapkan konsumsi, dan memimpin kegiatan sosial yang mempererat solidaritas.
Buruh Pelabuhan dan Peran Vital dalam Logistik
Sejarah mencatat bahwa buruh pelabuhan memainkan peran penting dalam periode awal kemerdekaan. Studi dari Departemen Sejarah Universitas Indonesia (2015) menjelaskan bahwa buruh di Tanjung Priok dan Surabaya memastikan distribusi logistik untuk pasukan dan rakyat di berbagai daerah, bahkan ketika struktur pemerintahan masih lemah. Mereka mengatur bongkar muat barang dan mengamankan pasokan pangan serta obat-obatan.
Masyarakat Adat dan Hak Ulayat
Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menegaskan pengakuan negara terhadap hak-hak masyarakat adat. Namun, data Komnas HAM (2023) menunjukkan bahwa RUU Masyarakat Adat belum disahkan, sehingga banyak komunitas adat masih kesulitan mempertahankan tanah ulayat mereka. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 mengakui hutan adat sebagai bukan hutan negara, tetapi implementasinya masih terhambat. Masyarakat adat tetap merayakan kemerdekaan dengan cara mereka sendiri, melalui upacara adat yang memadukan simbol nasional dengan tradisi lokal.
Anak Jalanan dan Akses Terhadap Perayaan
Menurut data Kementerian Sosial RI (2022), terdapat lebih dari 16 ribu anak jalanan di Indonesia. Banyak dari mereka tidak ikut serta dalam perayaan 17 Agustus di sekolah atau lingkungan formal. LSM seperti Yayasan Sahabat Anak di Jakarta menyelenggarakan perayaan alternatif, seperti lomba menggambar dan pentas seni, agar anak-anak jalanan dapat merasakan makna kemerdekaan secara langsung.
Difabel dan Inklusivitas Perayaan
Komunitas difabel di berbagai daerah mulai menginisiasi kegiatan inklusif saat 17 Agustus. Di Bandung, misalnya, Komunitas Difabel Nusantara membuat pembacaan teks proklamasi dalam huruf braille dan menyediakan penterjemah bahasa isyarat. Penelitian Universitas Padjadjaran (2021) menunjukkan bahwa partisipasi inklusif dalam kegiatan kebangsaan meningkatkan rasa memiliki terhadap identitas nasional di kalangan difabel.
Kemerdekaan 17 Agustus bukan hanya milik tokoh-tokoh yang tercatat dalam buku sejarah. Ia hidup dalam perjuangan petani yang menuntut keadilan agraria, perempuan desa yang menggerakkan ekonomi lokal, buruh pelabuhan yang menjaga aliran logistik, masyarakat adat yang mempertahankan hak ulayat, anak jalanan yang mencari ruang untuk merayakan, dan difabel yang memperjuangkan inklusivitas. Sumber resmi dan penelitian ilmiah membuktikan bahwa perayaan kemerdekaan menjadi lengkap hanya jika semua suara diakui dan semua peran dihargai.
Referensi
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). (2022). Laporan Akhir Tahun Konflik Agraria. Jakarta: KPA. https://kpa.or.id/publikasi/laporan/
- Pusat Penelitian Kependudukan LIPI. (2019). Peran Perempuan dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. https://kependudukan.lipi.go.id
- Departemen Sejarah Universitas Indonesia. (2015). Buruh Pelabuhan dan Logistik pada Masa Revolusi Kemerdekaan. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. (Tersedia di repositori UI: http://lib.ui.ac.id)
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (2023). Melindungi Hak-Hak Masyarakat Adat. https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2023/8/9/2403/melindungi-hak-hak-masyarakat-adat.html
- Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan No. 35/PUU-X/2012 tentang Pengakuan Hutan Adat. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Putusan&id=882
- Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2022). Data dan Informasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.
https://kemensos.go.id - Yayasan Sahabat Anak. (2023). Program Perayaan Kemerdekaan untuk Anak Jalanan.
https://sahabatanak.org - Universitas Padjadjaran. (2021). Penelitian Inklusivitas Kegiatan Kebangsaan bagi Difabel. Fakultas Psikologi UNPAD. (Ringkasan penelitian: https://www.unpad.ac.id)