Tetap Menjadi Pembaca Tanpa Buku

Pertama sekali harus kita akui tidak setiap orang menyukai buku, bukan karena mereka membenci apalagi malas membaca buku tetapi karena keterbatasan waktu, masalah harga, terjebak dengan distraksi, atau belum bertemu buku yang menurut mereka menarik.
Jadi, sebagai penikmat kegiatan membaca jangan pula terjebak stigma yang justru terkesan merendahkan kapasitas mereka yang tidak menyukai buku karena perilaku seperti itu merupakan bentuk arogansi intelektual yang mesti dihindari.
Apalagi membaca buku hanyalah cara belajar dari beberapa cara lainnya yang sesuai dengan pribadi kita masing-masing, asalkan konsisten dengan cara belajar masing-masing, manfaat yang didapat tetaplah sama. Tetapi satu yang pasti, meskipun tidak setiap orang menyukai buku, mereka semua berpotensi menjadi pembaca. Mereka membaca apapun dari yang dirasa bermanfaat sampai yang tidak.
Hanya perlu mengarahkan naluri yang sudah alamiah dimiliki setiap pribadi yang mengenal huruf yang selalu kepo untuk memberikan masukan tentang cara-cara lain agar tetap menjadi pembaca tanpa harus berkutat dengan buku. Setidaknya ada empat cara agar tetap menjadi menjadi pembaca tanpa harus berkutat dengan buku.
Empat Cara agar Tetap Menjadi Pembaca Tanpa Buku
Pertama nongki dengan komunitas baca, seperti Book party atau perpustakaan jalanan yang sudah menjadi komunitas urban yang populer di berbagai daerah. Hadirnya gerakan-gerakan Literasi yang tidak hanya membaca namun juga mengobrol bahkan membuat kegiatan-kegiatan lain di samping sebagai bentuk aktivisme sosial juga merupakan perlawanan terhadap kesendirian sosial yang melanda masyarakat urban.
Kedua komunitas ini, tidak mengharuskan mereka yang sekedar mampir bahkan bergabung harus menguasai apalagi harus mengulas buku apa yang dibaca. Kita bisa datang sebagai penyimak untuk sekedar mencari lingkar pertemanan yang positif. Manusia dibentuk oleh lingkungan sosial, dari sana kita dapat tertular untuk mulai membaca buku, mendapatkan kawan, dan peka terhadap isu-isu lain.
Untuk mencari komunitas seperti ini di daerahmu, tinggal searching saja di instagram atau medsos lainnya dengan keyword “Book party (nama daerah)”, “Indonesia book party,” atau perpusjal. Biasanya komunitas semacam ini lebih aktif di Instagram ketimbang medsos lain.
Yang Kedua, saksikan dan simak podcast-podcast atau siniar-siniar yang kita rasa bernas, saat ini ada banyak sekali siniar berkualitas yang membedah isu, ulasan buku, atau fenomena sosial yang dapat memberikan kita pengetahuan seperti membaca buku. Toh, dari mendengar siniar-siniar ini, kita dapat terpancing untuk mengulik apa yang sedang dibahas dari sumber-sumber lain, hanya butuh naluri fact checking saja untuk memulai perluasan pengetahuan kita, ketika mendengar dan menyaksikan podcast-podcast yang kita rasa bernas tadi.
Yang ketiga, bergabung dengan Threads dan Medium, dua sosial media yang selalu memberikan insight-insight menarik yang tidak terlalu berat. Threads sekilas menyerupai Twitter, hanya saja media sosial x ala meta ini masih minim konten-konten negatif, suasana di dalamnya cenderung flat tanpa kehebohan isu-isu receh, sehingga banyak postingan bernas tentang banyak hal yang dapat kita simpan sekiranya bermanfaat. Kemudian medium, medsos berbasis blog yang sering dianggap hanya untuk para penulis ini sebenarnya dapat kita ikuti tanpa harus menulis apapun juga, sekiranya kita tidak siap atau belum mampu.
Yang ke empat, rubahlah algoritma media sosial kita ke arah yang lebih bermanfaat. Medsos sering dikambinghitamkan sebagai penyebab menurunnya budaya Literasi di masyarakat kita, padahal penggunaan medsos bergantung pada bagaimana kita mengarahkan tujuannya, tanamkan prinsip untuk bermedsos yang bukan hanya sehat namun mengutamakan penambahan wawasan dan perluasan peluang, baik urusan pekerjaan, pendidikan, dan syukur-syukur dapat jodoh.
Rekayasa Algoritma Medsos
Algoritma medsos dapat kita rekayasa sesuai dengan pencarian dan minat kita sebagaimana nasehat dari Buya Hamka tentang kamu adalah apa yang kamu cari, maka begitulah algoritma Medsos bekerja.
Cobalah follow akun-akun yang kita rasa bermanfaat dari sana algoritma medsos akan menyodorkan akun-akun serupa sehingga pada akhirnya konten yang negatif akan lebih sedikit ketimbang konten yang positif, itulah cara saya setahun belakangan ini ketika sudah mengetahui trik ini dari seorang rekan yang bekerja sebagai teknisi di kantor X.
Tetapi perlu diingat untuk menghindari keterjebakan dengan scrolling yang tidak terbatas, cobalah untuk fokus menyimak satu konten yang kita rasa bermanfaat sampai habis sebelum bergerak ke konten-konten berikutnya atau justru rutin mencoba melakukan “detox digital” (tidak harus total, namun bertahap).
Editor: Muhammad Farhan Azizi