Perempuan di Titik Nol?
Perempuan di mata Islam sangatlah terhormat. Tidak sedikit pun pandangan agama Islam mengalami bias gender. Kerahmatan Islam tetap memberi ruang kepada perempuan sebagai individu; bekerja, belajar, menempati peranannya dalam aspek sosial sesuai dengan tupoksinya secara proporsional.
Demikian juga tentang hak-hak yang lain, seperti kebutuhan biologis. Perkawinan yang sah secara syar’i dan resmi menurut negara sudah barang tentu menjadi pilihan terbaik dan jalan paling baik. Dari beberapa kasus yang telah tersebut di atas maka langkah berikutnya adalah perlindungan dan penindaklanjutan secara tegas terhadap pelaku kekerasan dan pelecehan seksual.
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual merupakan perkara besar dan serius. Jangan menjadikan macam alasan yang kemudian justru memarginalkan (pihak) perempuan. Tindakan pencegahan oleh Pihak keluarga, sanak suadara, yang secara kolektif berperan penuh terhadap keadaan ,keberadaan, dan keamanan anak perempuannya.
Adapun tindakan penanganan terhadap korban haruslah aktif, empatik, komunikatif agar yang bersangkutan tidak dibelenggu oleh rasa takut, depresi, malu, bahkan human trafficking. Maka Aparatur Hukum harus menajamkan pisau bedahnya untuk menguliti seluk-beluk persoalan, dan ketokan palu (sanksi) yang dapat menjerakan. Setelah pihak kemendikbud mengesahkan, maka berikutnya adalah PR DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus diprioritaskan. Dibicarakan, ditegaskan, lalu ditetapkan.
R.A. Kartini dapat menjadi salah satu rujukan etik-moral dan proporsionalitas dalam responsivitas. Sebagai perempuan tanah Nusantara baik dalam berpikir, berucap, bersikap, dan bertindak. Terlebih dalam puncak-puncak sosio-kultural sebagai umat yang menjunjung tinggi Pri-kemanusiaan dan Pri-keadilan. Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami menjadi buku bacaan utuh lainnya terkait gender dan kompleksitas perempuan dalam konteks sejarah dan peradaban. Salam!
Surabaya, ’25
PPK Alif Laam Miim
Penulis: Abd. Shovy