Mensistemasi Kebaikan: Kolaborasi Pimpinan Daerah sebagai Wujud Kepemimpinan Adaptif

Merangkai Nilai, Merawat Peradaban

Era modern saat ini sangatlah kompleks suatu permasalah yang harus dihadapi oleh setiap individu ataupun kelompok, perubahan ekonomi, arah kebijakan politik bahkan dunia pun merasakan adanya ketidakstabilan dunia ekonomi. Perubahan begitu cepat tanpa control yang dapat kita management dengan baik kita yang akan tergerus secara massif. Maka sebagai manusia yang memiliki akal dan budi perlu sekiranya kita membentuk ataupun berkolaborasi dengan pemimpin setempat agar mudah tercapainya suatu tujuan tersebut. Tanpa adanya kolaborasi yang baik serta komunikasi efektif maka konsep dasar sebuah perubahan hanya bergerak original tanpa tekanan dari pihak-pihak yang berpengaruh. Kita ambil contoh sebuah pemerintah semisal yang tidak hanya sebagai fungsi menjalankan pemerintah semata maka pemerintah dapat menjadi suatu alat agar suatu kebiasaan dapat tersistem dan terjalankan beriringan dengan baik dan benar. Niat saja tidak cukup perlu adanya tindakan yang baik untuk kita dapat melihat hanya hasil dari kebaikan tersebut, dari hasil dari kolaborasi tersebut dapat menghasilkan system di mana dari komponen bawah hingga atas dapat menjalankan bersama-sama menuju system yang kokoh. Kita dapat belajar dari tokoh agung yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengutip 

“Kebaikan yang tidak termanajemen akan kalah oleh keburukan yang termanajemen dengan baik.”

Banyak dalam berbagai literatur hikmah Islam (disebutkan juga oleh Dr. Adian Husaini dalam ceramahnya tentang manajemen nilai). Sangat jelas jika dapat merefleksi dalam kehidupan sehari-hari dimana banyak lembaga sosial, lembaga kemasyarakatan, bahkan lembaga institusi mati suri karena tak mampu memanajemen dengan baik suatu konsep tersebut. Maka sebagai kaum muda ataupun aktivis penggerak perlu adanya belajar manajemen yang baik, tata kelola yang baik agar tidak hanya menjadi penonton ataupun penikmat semata. Kita memiliki peranan penting dalam genggaman perubahan diri kita sendiri dan sekitar kita, sewajarnya kita harus membuka diri untuk menimba hal-hal baru agar kita tidak ter stagnan dalam memandang ilmu pengetahuan. 

Kolaborasi Pimpinan Daerah: Pilar Etis di Tengah Tantangan

Refleksi bahwa pimpinan daerah bukan sekadar administrator, tapi penggerak nilai dan sistem dalam melayani masyarakat. Kolaborasi ini menjadi penting untuk mengatasi tantangan sektoral, birokrasi kaku, hingga konflik kepentingan. Dari segi kepemimpinan yang memiliki visi kedapan bawa kolaborasi bukan suatu momok kelemahan, melainkan kekuatan adaptif yang harus dimiliki suatu pemimpin. Di mana ia dapat memformulasikan kebaikan-kebaikan yang tercecer menjadi suatu kekuatan yang kuat tanpa intervensi sesuatu apapun itu. Pilar-pilar perlu pengokohan kembali guna menguatkan tubuh suatu bangunan. Tak bisa suatu bangunan hanya berdiri hanya tiang untuk menopang beban yang begitu besar, maka sebagai pondasi yang dalam perlu adanya kita menciptakan tiang-tiang lain untuk menguatkan satu sama lain. Sebuah pemimpin perlu adanya kepemimpinan yang adaptif untuk menjawab tantangan zaman yang sangat kompleks ini, tak perlu ragu untuk mencoba hal-hal baru guna memecahkan kejahatan dalam berorganisasi ataupun management. Pemimpin yang mampu merespon perubahan-perubahan dengan bijak sehingga tidak hanya menunggu suatu kejadian semata, hanya relatif ketika ada sesuatu tanpa adanya inisiasi jangka panjang yang berdampak pada hal positif.

Islam telah mengajarkan banyak hal dalam pembelajaran ini untuk mendorong pemimpin yang sedang pegang kendala tidak hanya memegang kekuasan semata akan tetapi menggunakan kekuasan ini dengan baik untuk membina, membuka ruang-ruang musyawarah semisal guna penguatan dalam manajerial suatu baikan tersebut. Seperti dalam QS. Asy-Syuura: 38

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۚ

Artinya: “(juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka”

Nilai musyawarah bagi kesepakatan yang terbaik sangat penting untuk meletakkan dasar suatu pondasi agar apa yang menjadi landasan dasar diputuskan melalui kesepakatan bersama. Maka bergerak bersama-sama tidak menjadi beban satu sama lain. Dari sini kita dapat membuat system dan regulasi yang formal guna penguatan serta dapat membuat forum-forum koordinasi untuk mengedukasi masyarakat bagaimana cara mengembangkannya serta budaya dalam kerjanya. Karena suatu konsep akan hanya menjadi pemikiran tanpa aksi maka tidak akan berdampak secara nyata. Buat refleksi bahwa banyak kebaikan hanya sebatas program, karena tidak dibarengi sistem jangka panjang. Kita dapat membaca QS. Ali Imran: 104

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Dengan adanya sistem akan menjadi budaya yang terus tersistemasi dan tertata lebih rapi. Konsep dari Surat Ali Imran dapat diperkuat dengan adanya kolaborasi dengan konsep ta’awun (tolong-menolong) dalam Islam yaitu beramal secara kolektif (jamā’ī) lebih berdampak daripada amal individu. Seperti dalam ayat QS. Al-Mā’idah: 2

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًاۗ وَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْاۗ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitul Haram sedangkan mereka mencari karunia dan ridho Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berbukalah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangi dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Kepemimpinan ideal bukan hanya hadir saat krisis, tapi juga mampu membangun nilai dan sistem yang mencegah krisis.

Kepemimpinan ideal bukan hanya hadir saat krisis, tapi juga mampu membangun nilai dan sistem yang mencegah krisis. Yang mana mampu berkolaborasi secara lintas sektor, nilai spiritual, dan keberpihakan kepada rakyat kecil adalah pilar transformasi. Agar tidak hanya dirasakan secara pribadi akan tetapi bersama-sama seperti hadits 

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’, No. 3289).

(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’, No. 3289).

Nilai dari seseorang dapat kita lihat seberapa dia bermanfaat bagi sekitarnya, bagaimana ia mampu berikan dampak positif untuk lingkungan. Karena yang tersisa dari kita di dunia adalah amal perbuatan semasa kita berada di muka bumi. Tinggalan apa yang telah kita siapkan atau apa yang sedang diperjuangkan, bukankah amal kebaikan yang kita kejar. Dari kebaikan-kebaikan itulah yang dapat menceritakan kebaikan kita yang ada di muka bumi. Walaupun kita telah tiada nama kita akan tetap harum karena kebaikan yang di ingat oleh banyak orang. Nilai kebermanfaatan ini penting untuk kita budayakan bagi yang lain, tidak hanya memanfaatkan orang lain semata akan tetapi kita dapat bermanfaat bagi sesama, saling tolong menolong, saling membantu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *