Kebebasan, kegetiran, dan kesengsaraan adalah satu paket pernak-pernik dalam rakaat panjang kehidupan. Semua itu senantiasa mewarnai kehidupan seluruh umat manusia, dan menengarai bahwa kita masih hidup.

Kebebasan mengantarkan manusia pada titik paling terbatas kehidupan. Ketika kita bebas untuk melakukan apapun, kita akan mentok pada apa yang disebut hukum alam.

Katakanlah kita sudah kebal hukum, dan kebal segala-segalanya. Bebas melakukan ini bebas melakukan itu. Namun ketika kita tidak makan, pasti akan tetap kelaparan. Kita tidak bisa mengubah hukum alam supaya kita tidak kelaparan meski tidak makan satu bulan.

Bagaimana mungkin manusia di seluruh dunia pergi meninggalkan kehidupan yang diciptakan untuk mereka. Kegetiran adalah pernak-pernik kehidupan yang diciptakan untuk kita. Maka memikul kegetiran berbanding lurus dengan memikul kehidupan yang memang diciptakan untuk kita.

Kesengsaraan membawa manusia lebih dekat pada makna hidup. Pada kondisi bahagia manusia mustahil merasakan sinar matahari secara langsung, air laut gratis, buah-buahan gratis, tidur di pasir laut gratis, semua-muanya gratis. Sedang dengan kesengsaraan manusia akan sangat dekat dengan sinar matahari, air laut gratis, buah-buahan gratis, tidur di pasir laut gratis–begitu dekat dengan semua yang ada di alam semesta ini.

Pada akhir tulisan ini, kita akan bertemu kesimpulan bahwa mengakhiri hidup sama dengan mengakhiri kebebasan, kegetiran, dan kesengsaraan. Sementara satu paket pernak-pernik dalam rakaat panjang kehidupan itu adalah kenikmatan hidup yang tak pernah dirasakan oleh banyak orang yang pernah atau sedang menjalani hidup, di masa lalu dan hari ini. Maka, tidak ada alasan bagi semua manusia untuk mengakhiri hidup. (*)

Postingan Serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *