Puisi Maulia Ulfa

Dulu

keren adalah sorot lampu
panggung tinggi,
suara gemuruh yang menampar sepi.
Ia berdiri di tengah,
menarik mata,
mengundang decak.

Kini

keren itu diam.
Ia duduk di sudut,
membaca dunia tanpa suara,
menjawab dengan kepala, bukan bahu.

Keren

adalah ia yang jujur saat takut,
yang sabar saat sempit,
yang tertawa tak untuk disorot,
tapi karena hidup layak dirayakan.

Aku menyebut mereka keren,
tanpa tepuk tangan,
tanpa sorotan.
Hanya karena mereka membuatku mengangguk
dan diam-diam belajar.

Rabu, 7 Mei 2025

Mata yang Enak Dipandang

Andai dia tahu
aku memandangnya
dengan penuh kekaguman. Sosok yang belum ku kenal
dengan sepenuhnya

Beberapa
mencoba egois, dia
memilih mengalah
Beberapa
mencoba mengarungi
kedalaman berpikirnya, meneduhkan

Entah
terbawa narasi hingga rasa
muncul secepat ini, semegah ini.
Rasa yang hadir
kedua kalinya dalam hidupku
setelah dirobohkan oleh penyair gila wanita itu.

Mencoba menerjemahkan rasa dengan logika.
Merindu, mungkin itu menjadi pertanda awalnya cinta

Banyuwangi, 12 Mei 2025

Penulis: Maulia Ulfa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *