ADVERTISEMENT

Disorot Netizen, Merah Putih: One For All

Sudah nonton cuplikan sinopsis Merah Putih: One For All? Bagaimana kesan pertama saat menontonnya?
Bagi yang hobi menonton anime, pasti langsung terasa kesan awalnya.

Film ini disutradarai dan ditulis oleh Endiarto dan Bintang, sementara produsernya adalah Toto Soegriwo. Lewat laman Instagram-nya, @totosoegriwo, ia membocorkan bahwa film ini menghabiskan biaya produksi mencapai Rp 6,7 miliar. Proses pengerjaannya memakan waktu kurang dari satu bulan saja.

Mungkin hal inilah yang memicu berbagai kontroversi dan kritik dari netizen serta sejumlah kreator konten. Semakin membuat heboh karena kualitas yang dinilai jauh dari harapan. Hal ini membuat publik penasaran terkait proyek garapan Perfiki Kreasindo tersebut.

Lebih mengejutkan lagi, tanggapan produser atas kritik netizen justru terkesan “salty”.

“Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain. Banyak yang mengambil manfaat juga kan? Postingan kalian jadi viral kan?” tulis Toto Soegriwo melalui akun Instagram-nya.

Film animasi Merah Putih: One For All disebut akan tayang di bioskop pada 14 Agustus 2025. Trailer-nya sudah dipublikasikan oleh kanal YouTube Perfiki TV, CGV Kreasi, dan Historika Film. Cerita berpusat pada delapan anak dari berbagai daerah di Indonesia yang tergabung dalam Tim Merah Putih.

Selain masalah kualitas, yang membuat heran banyak pihak adalah besarnya anggaran yang justru menjadi sasaran kritik netizen.

Betapa tidak, negeri ini sedang dilanda situasi sulit akibat kebijakan yang memberatkan rakyat. Seperti kasus penambangan di Raja Ampat, korupsi yang semakin menggila, kemiskinan, pengangguran, kenaikan pajak, hingga rencana pemblokiran rekening yang menganggur serta pengambilalihan tanah rakyat yang tidak dikelola selama dua tahun oleh pemerintah.

Namun di tengah kondisi seperti itu, justru dibuat film animasi dengan anggaran tidak kecil. Hal ini mengingatkan pada kasus Patung Penyu senilai Rp 15 miliar yang ternyata terbuat dari kardus. Patung yang disebut bernilai fantastis itu bahkan rusak dengan tempurung robek dan penyok.

Ini membuktikan bahwa negara sering menghamburkan dana besar secara tidak bijak. Padahal, masih banyak kebutuhan rakyat yang lebih penting dan mendesak.

Negeri ini telah merdeka selama 80 tahun. Jika diibaratkan umur manusia, maka usia ini sudah tergolong tua. Seharusnya semakin lama merdeka, semakin baik pula tatanan negara di semua bidang: politik, hukum, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sosial. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Negara semakin kacau akibat sistem kapitalisme-sekuler.

Secara fisik, negeri ini memang bebas dari penjajahan. Tetapi yang dirasakan rakyat justru masih terjajah—bedanya, kini oleh negara sendiri, lewat oligarki di mana penguasa dan pengusaha saling berselingkuh.

Ada meme menarik di media sosial: “Belanda datang kembali jajah kami.”

Maka muncul pertanyaan: benarkah negeri ini sudah merdeka?

Editor: Farhan Azizi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Promo Spesial!

Iklan

Beriklan di sini. Diskon 50% hari ini!