Versi Beta yang Belum Selesai

Notifikasi yang Tak Pernah Mati
Sejak hari itu,
aku tahu—
cinta tak lagi mengetuk pintu
atau menulis surat beramplop
seperti zaman orangtuaku.
Cinta sekarang muncul diam-diam,
dalam bentuk suara pendek
di layar yang menyala tengah malam:
“lagi apa?”
Aku membacanya pelan-pelan,
seperti mendengar detakmu dari jarak 12 kilometer,
melewati fiber optik
dan algoritma yang dingin
tapi mendadak terasa hangat
karena kamu di baliknya.
Kita tidak pernah benar-benar bertemu,
kecuali dalam ruang digital yang
sama-sama kita jaga
dengan jempol dan kesabaran.
Tapi aku tahu,
tiap kamu membaca pesanku,
ada denyut yang sedikit lebih cepat
di antara jeda itu—
dan cinta,
tak butuh stiker hati
untuk membuktikan dirinya.
Ia hidup,
dalam notifikasi yang tak pernah kau matikan.
Versi Beta yang Belum Selesai
Aku tak pernah ingin kamu sempurna,
karena aku sendiri masih versi beta—
penuh bug, kadang hang,
dan suka tiba-tiba blank
kalau kamu tersenyum.
Kita ini aplikasi setengah jadi,
yang sedang belajar bertahan
meski kadang gagal sinkronisasi.
Tapi bukankah cinta seperti itu?
Ia terus diperbarui,
bukan dengan janji-janji,
melainkan dengan keberanian mencoba ulang
setiap kali crash.
Aku ingin jadi sistem operasi
yang kamu percaya,
bukan karena hebat,
tapi karena selalu memintamu
untuk tetap tinggal
meski aku eror.
Di Kotak Masukmu Aku Berteduh
Setiap kali aku kelelahan
oleh keramaian yang tak kupahami,
aku pulang ke kotak masukmu.
Tak ada atap,
tak ada pagar,
hanya beberapa huruf pendek
yang tak pernah kamu selesaikan.
Tapi aku mengerti,
bahwa kau menyimpanku
sebagai draf yang belum selesai,
bukan karena tak penting,
melainkan karena terlalu dalam
untuk diringkas jadi pesan 160 karakter.
Aku tak keberatan jadi yang kau ketik
lalu hapus,
asalkan tahu:
kamu sempat memikirkan aku
meski cuma sebentar.
Cinta yang Tertinggal di Mode Senyap
Hari itu,
kau bilang kau mencintaiku—
lalu ponselmu kau kunci,
dan dunia kembali diam.
Tapi aku tahu,
di antara puluhan chat masuk
dan mention di media sosialmu,
ada satu pesan yang tak pernah kau balas
tapi selalu kau baca ulang:
pesanku.
Kita tak perlu panggilan suara
untuk tahu isi hati.
Cinta seperti kita
lebih mirip mode senyap:
diam,
tapi tetap menyala.
Ia hidup tanpa alarm,
tumbuh tanpa like,
dan berkembang di luar sistem
yang bisa diukur atau dinilai.
Cinta kita,
adalah sinyal yang paling kuat
meski tak ada notifikasi.
Malam Hari, Kita Berdua Menjadi Tab yang Tak Pernah Ditutup
Sudah pukul satu dini hari,
tapi kita belum benar-benar selesai bicara.
Layar boleh mati,
tapi percakapan tetap hidup di kepala.
Aku menyapamu lewat kalimat pendek:
“jangan tidur dulu,”
padahal maksudku:
“tinggallah sedikit lebih lama
di dunia yang cuma kita berdua.”
Kita ini seperti dua tab terbuka
di peramban yang sama.
Tak pernah ditutup,
karena takut kehilangan halaman
yang sudah terlalu jauh digulir.
Cinta seperti kita
tak punya akhir,
hanya titik-titik yang terus mengetik,
muncul-hilang,
muncul-hilang—
seperti rindu
yang tak pernah sempat jadi kata.