Himpunan

Himpunan

Kau anggap kami Islam
Tapi dikerdilkan oleh kelompok-kelompok militan
Kau anggap kami mahasiswa
Tapi tak percaya kiprah kami seperti apa
Kau anggap kami fanatik
Tapi kami lebih universal

Lalu kau anggap kami apa?
Kami tetap bersahabat dengan siapa pun
Bukan tentang apa dan siapa
Mari mewarnai dunia dengan hijau kedamaian dan hitam kedalaman ilmu pengetahuan
Jika tak berhimpun
Mari kita bergandengan tangan untuk wujudkan kesejahteraan dan keadilan
Jangan mau dipecah belah hanya soal ideologis dan pendek pengetahuan

Berjuanglah, kawan
Tentang kami tetap kita gaungkan:
“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridai Allah Ta’ala.”
Untukmu agamamu, untukku agamaku

Ihya Ulumuddin
Surabaya, 29 April 2024

1 Mei

Hahahaha
Hari Buruh Indonesia, katanya
Hari libur nasional
Hari Buruh Nasional
Hahahaha
Ketawa,

Hari Buruh jadi hari pahlawan bagi para pejuang
Tak hanya pekerja pabrikan
Semua yang keringat jatuh bercucuran demi keluar, bisa disebut buruh bagi dirinya
Budak korporat
Budak negara
Budak keluarga
Ataupun budak atas pemikiran diri sendiri
Hahaha

Hari Buruh Nasional
Apakah pantas Hari Buruh dinilai hanya satu hari?
Dihargai cuma libur 24 jam
Sedangkan kerja bagai kuda
Otak dikuras tak punya rasa
Hahahaha
Hari Buruh Nasional
Katanya tanggal 1 Mei

Lantas perjuangan yang berapi-api tak ternilai harganya
Hanya menuntut upah naik gaji
Hanya menuntut keadilan atas dedikasi kepada bos-bos di sana
Lantas, apakah Hari Buruh Nasional layak kita pertanyakan keadilannya?
Sepertinya hanya penghargaan hari tanpa nilai yang layak bagi para pekerja

Hidup buruh Indonesia
Hidup para pekerja
Hidup bagi ia yang terkungkung otak dan logika
Negara bukan milik keluarga
Negara milik kita bersama

Baca Juga
Serakah

Ihya Ulumuddin
Pacet, 01 Mei 2024

Bulan Reformasi

Tahun kelahiran telah beranjak usia
Kini tubuh ringkih tak punya daya dan kuasa
Tahun reformasi telah mengajak usia-usia tumbuh di atas sejarah negara kita
Bulan nol lima sebutnya

Bulan lima banyak sejarah di dalamnya
Mari kita hitung jumlahnya
Hari Buruh Internasional
Hari Kebebasan Pers Sedunia
Hari Surya Sedunia
Hari Pemadam Kebakaran Internasional
Hari Bidan Internasional
Hari Palang Merah Internasional
Hari Lupus Dunia

Masih banyak tragedi bulan lima
Reformasi, katanya
Cikal bakal demokrasi
Apa benar demokrasi? Tanyaku

Bulan lima oh bulan lima
Mari kita heningkan cipta
Untuk para negarawan yang gugur untuk tanah tercinta
Heningkan cipta untuk nyawa-nyawa terbuang sia-sia
Heningkan cipta untuk para pendahulu kita

Kita hanya serpihan batu-batu mungil membangun negeri
Mari kita hiasi makna dari tanah air tercinta
Indonesia
Kita hanya mampu melangkah
Dari jutaan cita yang besar
Kita hanya manusia-manusia tak kuasa
Yang ingin berkuasa
Kita hanya manusia-manusia tak bertahta yang sibuk mencari harta
Lalu hening seperti apa
Lalu doa seperti apa
Semoga bulan lima jadi tanda
Untuk kita semua
Mari kita berdoa

Ihya Ulumuddin
Pacet, 01 Mei 2024

Tanah Airku

Di padang savana
Engkau mentereng

Perebutan antara kebijakan dan kebijaksanaan
Antara aku dan kamu
Milikku atau milik-Nya

Tapak kaki menginjak bumi
Penduduk pinggiran mandi keringat
“Berjasa” aku pembabat negeri ini
Aku “berjasa” membawa namamu ke mancanegara
Aku “berjasa” tanpa sebutir nasi api tak akan menyala

Milikmu adalah nafasku
Pendaki menjadi troli
Belerang: malapetaka atau pembawa kaya
Hidup setiap hari

Ihya Ulumuddin
Surabaya, 16 Juli 2024

Restorasi Ekonomi

Membangun tanpa mencekik
Memperbarui tanpa membuat mati
Jalur listrik kereta kencana
Tanpa susah payah seperti di luar sana

Gunung es jadi wisata
Sembari takjub kuasa Ilahi
Oh investasi
Ke mana lagi arti dari selembar rupiah?
Lembar kertas berganti rupa
Seperti namamu “kembali zaman purba” menjadi “modernisasi”

Panggung kongkalikong saham negeri
Ia kaya, rakyat mengemis
Setiap hari menahan lapar
Katanya renovasi ekonomi
Tapi mengapa sesuap daya tak lagi sama?
Kaum elit berkuasa
Perutku lapar, Tuan

Ihya Ulumuddin
Surabaya, 12 Juli 2024

Jalur Mati

Apa salah kami membabatmu?
Mencari tenang di tepi jurang
Jalan berkelok, nyawa melayang
Jalur hati-hati membuat lupa diri
Indahmu

Makhluk Tuhan tak hanya hamba
Sepasang keluarga, kerabat manusia
Mencari tempat nyaman untuk berteduh
Gundul merebak ke mana-mana

Aku hanya ingin bumiku nyaman seperti dulu
Anak-anakku tetap bermain di belantara
Kembali pulang kenyang tanpa merusak manusia
Jangan kau ambil hakku

Mati tak soal jalan raya
Mati karena keserakahan kepada dunia
Aku minta nyawamu
Jika tak banyak doa

Ihya Ulumuddin
Surabaya, 16 Juli 2025

Suara Serupa

Tinggalkan Balasan