Ia Aksara
Ia Aksara
Sembari menunggu bintang jatuh depan rumah
Kembali bertanya,
Apakah esok datang mentari sekali lagi
Rembulan murung menertawakan.
Burung berbinar menyapa kata
Penduduk bumi bersemayam dalam kantuknya
Tapi tidak dengan doa.
Tuhan,
Engkau Maha Baik dari yang maha memuja hamba
Tidak tentang lembar putih atau hitam
Logo manusia akan kembali.
Secawan Candu
Sinar beriringan bersama gagahnya ia
Sembari menyapa langit
Apakah benar ia pengagungan atau pengaguman
Tanggal, bulan, tahun waktu telah tertanam
Tinggal menunggu atau tinggal tertinggal
Ia punya pilihan dan langkah selalu satu
Walaupun sepasang mata telah banyak tahu
Apalah daya dan kuasa: muram di tepian jalan.
Mentari di Ufuk Barat
Kali Ini Kita Menyapa Mentari di Ufuk Barat
Sembari menyapa pepohonan
“Bahwasanya kehidupan akan tetap tak akan berubah,
sebelum langkah kaki menyapa bumi sekali lagi,” kata petuah.
Nona yang Kembali
Sesekali burung merpati menyapa
Bangun dari tidur panjang mengejar rona
“Hey, sekali lagi. Ia menyapa,” kata petuah.
Takdir kekasih
Itulah Takdir Kekasih
Ia akan lupa dengan segala darah yang pernah mengalir
Ia lupa dengan duri yang menancap
Sembari ia bersujud tengah malam.
Mengukir Namamu
Hingga ujung usia
Walaupun usia tak menakdirkan satu
Ingat, semua adalah skenario indah Tuhanku
Berjalan berlari bersama
Menulis, tersenyum dear-y takdir
Menuntaskan misi perjanjian kita
Kemesraan ini, jangan cepat berlalu
Terima kasih.
Ihya Ulumuddin
Mojokerto, 31 Mei 2024