Nyanyian Ruh

Nyanyian Ruh
Kharismatik
Nyentrik
Sederhana
Luas cerita
Ruh
Seni
Sejarah
Kemanusiaan
Kepemimpinan
Engkau lahir dari ibu Pertiwi yang terus meronta akan kasih sayangmu
Jika rumus hidup adalah menyusuri ruang dan waktu, ambil peran dari perjalanan hidupmu sendiri kata filsuf
Ihya Ulumuddin
Yogyakarta, 13 Januari 2025
Tuhan, Hujan dan Harapan
Jika dengan kata-kata mampu bertemu denganmu, lalu dengan apalagi kita berpaling selainnya
Biarkan hujan menghantui setiap mendung
Tapi tidak dengan kesendirian tanpa namanya
Air mata adalah bentuk ketulusan dengan mu kekasih
Yang tersisa dari hujan ialah bekas pipi yang pernah bersandar oleh harapan
Janji telah layu, bunga telah mekar
Jika itu yang Tuhan gariskan
Ternyata Tuhan mengabulkan permintaan
Ihya Ulumuddin
Yogyakarta, 14 Januari 2025
Yang tersimpan
Yang indah dari pertemuan adalah namamu terus mewangi
Perjalanan pernah menyatukan, tapi tidak dengan pilihan
Aku mendoakanmu, kau memilihnya
Aku mengusahakanmu, kau mengusahakan dia
Sembari menghitung rintik hujan
Yang tersisa dari senja adalah mendung abadi dalam hati
Apa engkau merasakan kekasih? Tanya ku
Air wudhu
Tuhan ciptakan agar lebam bola mata tak sampai nampak kepada doa
Sama seperti frame foto yang tercipta hanya lara dan duka
Ihya Ulumuddin
Mojokerto, 20 Januari 2024
Selepas Hujan
Perkiraan ilmu pengetahuan 14 hari adalah jawaban dari bulan rahmat.
Tinggal menunggu keputusan untuk kemaslahatan bersama.
Tuhan tak pernah berjanji akan mengabulkan, akan tetapi kesungguhan yang mengetuk keputusan.
Hujanlah,
Hujanlah, rahmat-Mu.
Hujanlah,
Hujanlah, kasih sayang-Mu.
Hujanlah,
Hujanlah, ampunan-Mu.
Sama seperti usaha yang terus membentang,
Agar keringat bersaksi, selepas air mata,
Ada pelangi sepas hujan.
Ihya Ulumuddin
Malang, 15 Februari 2025
Cinta dalam kata
Jika aku mencintaimu tanpa kata
Tak harus engkau tau seberapa besar cinta ini
Yang perlu engkau tau,
Hidup tanpamu adalah kefanaan yang tak bisa dilukiskan oleh kata
Engkau di ciptakan untuk bersanding denganku
Apakah mungkin hati ini sempurna bila tak bersanding bersamamu, kasih
Ihya Ulumuddin
Semarang, 20 Maret 2025
Kemurungan malam
Ia selalu menanti di samping pintu
Menatap rembulan sambil bercerita
Bintang-bintang berkaca
Yang tersisa hanya gumpalan hampa
Diam “ia berteriak tanda tak setuju”
Dunia kalut dalam genggaman
Meniti dan menyusuri sepi
Menambat dan kelekar mengutuk diri
Akhir pekan yang sesak para penanti hujan
Mengisi ruang-ruang kosong sambil bercerita
Minggu adalah hari libur yang ia sibuk dari hari senin hingga sabtu
Yang malamnya berduyun-duyun menyapa jalanan
Usia tak lagi sejuk seperti embun pagi
Waktu bahagia tak seperti senja
Kata-kata telah sirna
Ihya Ulumuddin
Yogyakarta, 26 April 2025